Cari Blog Ini

Rabu, 01 November 2017

Resensi Buku Sirkus Pohon -Andrea Hirata-

Judul : Sirkus Pohon
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang Pustaka
ISBN : 978-602-291-409-9
Jumlah Halaman : 383
Kategori : Novel

Andrea Hirata hadir dengan karya terbarunya. Karya yang satu ini dirasa spesial karena ini merupakan bukunya yang ke-10. Seperti diketahui penulis yang melejit lewat karya "Laskar Pelangi" ini memang selalu mempertahankan cerita kentalnya kebudayaan, terutama budaya Melayu. Kearifan budaya Belitong sungguh dirasakan pada novel ini. 

Sirkus Pohon ini sebenarnya cerita yang sangat sederhana, namun mengandung makna. Bercerita tentang orang-orang sederhana kampung Melayu. Orang pertama dalam cerita ini adalah Sobrihudin atau Hob, seorang kuli serabutan di pasar kampung. Pria lajang yang tak rupawan, lugu dan hanya sekolah sampai kelas 2 SMP. Hob ini berbeda dengan saudara-saudaranya. Abang pertama dan keduanya bekerja di PN Timah, abang ketiganya telah diangkat menjadi PNS. Ia hanya anak ketiga yang tinggal serumah dengan adik bungsu perempuannya.

Hidupnya mulai berubah ketika ia jatuh cinta kepada gadis penjaga toko sembako bernama Dinda, pekerjaan sebagai seorang pemain sirkus keliling dan sebuah pohon delima tumbuh tak sengaja di pekarangan rumahnya. Yang nantinya ia akan berhubungan dengan banyak urusan akibat peristiwa-peristiwa tersebut.

Hob ini mempunyai kawan dekat bernama Taripol yang dikenal pembuat onar. Karena Taripol pula ia sampai dikeluarkan dari SMP dan masuk penjara. Hubungan mereka itu saling membenci namun memiliki perhatian satu sama lain. Disinilah kita akan belajar arti setia kawan.

Novel ini juga akan bercerita secara gamblang tentang keadaan politik kampung pemilihan Kepala Desa. Dengan masyarakat yang masih kental dengan cerita tahayul dan mistis, yang sangat suka pencitraan, apapun akan dilakukan supaya menang. Nah pada cerita ini akan membuat kita tertawa saat membacanya. 

Disisi lain, bercerita juga tentang dua anak remaja -Tara dan Tegar- dengan garis takdir cinta yang luar biasa. Dipertemukan masih kanak-kanak saat patah hati pertamanya karena perpisahan orang tua, keduanya telah saling memendam saat kejadian pertemuan pertama. Dengan besarnya kekuatan memendam rasa, bertahun-tahun cinta pertamanya berubah menjadi cinta yang tak biasa. Perjalanan menunggu yang sangat mengharukan dan menyentuh.
Boi, samudra dapat kau samarkan, gunung dapat kau kaburkan, apa pun dapat kau sembunyikan di dunia ini, kecuali cinta. (Hal. 82)
Con Te Partiro, saatnya mengucapkan selamat tinggal. Inikah saatnya mengucapkan selamat tinggal pada kenangan samar cinta pertama? (Hal. 175)

Banyak sekali cerita yang ditulis dinovel ini. Namun ditulis dengan porsi yang pas, sehingga tidak membuat pusing dalam setiap penggambaran. Andrea Hirata sungguh tak kehilangan diksi-diksi cantiknya. Ia sungguh lihai dalam mempercantik tulisannya. Untuk mendeskripsikan suatu perasaan pun, ia mampu menulis dalam beberapa paragraf penuh.
Benci nian aku pada delima itu. Lihatlah pohon kampungan itu, ia macam kena kutuk. Pokoknya berbongkol-bongko, dahan-dahannya murung, ranting-rantingnya canggung, kulit kayunya keriput, daun-daunnya kusut. Malam Jumat burung kekelong berkaok-kaok di puncaknya, memanggil-manggil malaikat maut. Tak berani aku dekat-dekat delima itu karena aku tahu pohon itu didiami hantu. (Hal. 2)
Ribuan kali mereka gagal, tapi mereka menolak untuk menyerah. Mereka diremehkan, dimarahi, dijatuhkan, dihina, dituding, disisihkan, dikucilkan, diabaikan, disir, dibuang, terkilir, tergencet, tertungging, terjerembab, terempas, terkapa, tertusuk, terpukul, bengkak, benjol, bengkok, patah, cedera, terluka, berdarah meringis, mengaduh, menangis, tapi mereka tak berhenti sampai berhasil. Mereka adalah penakluk rasa sakit yang selalu dicekam hukum pertama bumi : gravitasi selalu menjatuhkan! Namun, mereka memegang teguh hukum pertama manusia : elevasi, selalu bangkit kembali! (Hal. 72) 

Pesan yang ingin disampaikan dalam novel ini sama banyaknya. Seorang Hob yang berdedikasi, pantang menyerah dan mempunyai ketulusan cinta yang luar biasa. Taripol, meskipun tukang pembuat onar, culas dan pencuri, namun ia sebenarnya peduli terhadap kawannya, Hob. Kisah Tegar dan Tara tentang kesetiaan apa arti kata menunggu. Dan politik masyarakat kampung yang penuh dengan pencitraan.


Share:

0 komentar:

Posting Komentar