Cari Blog Ini

Jumat, 03 November 2017

Resensi Buku Konspirasi Alam Semesta -Fiersa Besari-

Judul : Konspirasi Alam Semesta
Penulis : Fiersa Besari
Penerbit : Mediakita
ISBN : 978-979-794-535-0
Jumlah Halaman : 235
Kategori : Novel

Blurb :

Seperti apakah warna cinta? Apakah merah muda mewakili rekahannya, ataukah kelabu mewakili pecahannya?



Setelah beberapa waktu lalu saya menulis Resensi Buku Garis Waktu dari Fiersa Besari, nah kali saya akan mengulas buku keduanya, Konspirasi Alam Semesta. Bercerita tentang seorang lelaki bernama Juang Astrajingga, usia 26 tahun yang bebas dan tak mau diatur. Seorang wartawan lepas, petualang dan penulis (walau penjualan bukunya tidak laris manis, namun tetap menjadi prestasi tersendiri bagi Juang).

Juang yang cuek tanpa sengaja bertemu dengan seorang gadis bernama Ana Tidae. Gadis yang telah membuat jagatnya sejenak terhenti. Juang jatuh hati pada gadis cantik itu saat pertemuan pertamanya. Dengan segala cara ia memikat gadis pujaannya yang pada kenyataannya Ana sudah memiliki kekasih. "Apalah arti sebuah status? Di negeri ini, selama bendera kuning belum berkibar, masih banyak harapan." Begitu anggapnya.
Segala hal tentang Ana Tidae menjelma menjadi sekumpulan sastra yang wajib dibaca dengan khidmat. "Apa kabar?, "Sudah makan belum?, dan "Lagi apa?" menjadi gerbang pembuka yang membawa mereka pada obrolan menjelang tidur. Tidak jarang pula Ana bercerita soal kuliahnya, soal ayahnya, bahkan soal pacarnya. (Hal. 19)
Seiring berjalannya waktu, Ana sadar bahwa keputusan menuntunnya untuk memilih Juang. Kisah mereka berlanjut. Kebersamaan yang penuh dengan tawa. Namun kadang ada duka, kala Ana harus merelakan Juang pergi ke Papua untuk pembuatan film dokumenter, perjuangan Ana melawan sakitnya dan panggilan hati Juang untuk bergirilya mengabdi di Gunung Sinabung.

Saya sangat menyukai karakter Juang ini. Tipe lelaki yang tak banyak omong, pemikirannya liar, yang akan berjuang bersama dengan orang yang dicinta. Juang yang memberi kejutan-kejutan manis pada Ana, entah itu saat pendakian bersamanya di Gunung Slamet, menonton pertunjukan Guntur Satria, dan bahkan membuatkan rumah yang menjadi impian Ana selama ini. Disisi lain, seorang Ana Tidae yang seperti kebanyakan perempuan pada umumnya, perasa dan sebisa mungkin bersabar. Ana yang tak mau Juang khawatir pada sakitnya. Ana yang selalu berusaha mengesampingkan ego saat Juang sedang termakan oleh egonya sendiri. Ana yang sabar menanti Juang pulang setelah berbulan-bulan berkelana ke Papua, begitu pun dengan Ana yang sabar menunggu pelarian Juang ke pulau Nias karena termakan rasa cemburu. 

Gaya bahasa dalam novel ini sungguh amat puitis namun tak membosankan. Tak habis-habisnya saya terbuai dengan pemilihan diksi nan romantis namun tidak lebay (yang selalu saya suka dalam setiap tulisannya).
Namun, "rasa" memang punya jalannya sendiri. Ia tak serta-merta hadir untuk diutarakan. Kadang "rasa" hanya untuk dinikmati dalam kesendirian, dengan setumpuk harapan. (Hal. 13)
Semoga akhirnya kita bisa sadari: setiap manusia pernah melakukan kesalahan, itulah yang menjadikan kita manusia. Untuk urusan tidak mau melepaskanmu, hatiku memang keras kepala. Jadi, kabari saja kalau amarahmu mereda. Sudah kusiapkan setangkai rindu untukmu. -Ana- (Hal. 142)
Tak melulu tentang kisah perjalanan Juang dan Ana, di novel ini saya begitu tersentuh saat Juang merasa tak berguna menjadi seorang anak, saat Juang tengah menemani Ibu yang sakit.
Ingatkah Ibu semasa aku beres kuliah? Waktu itu Ibu begitu terharu melihat anaknya diwisuda sampai Ibu bertanya: "Apakah boleh Ibu memakai toga kebesaranmu?" Tatkala kutanya balik: "Buat apa?" Ibu cuma menjawab: "Seumur hidup Ibu belum pernah merasakan diwisuda." (Hal. 115)
 Aku mengerti, rasanya pasti menyakitkan untuk dipisahkan dari sesuatu yang engkau cintai. Namun, usah bersedih, Bu. Bagiku, mendapatimu sesegukan di sela malam tidak kalah menyakitkan. (Hal. 111)
Dengan alur cerita yang tak bertele-tele, penjabaran tokoh yang jelas, mampu membuat saya menyelami kisah cinta dua anak manusia yang sederhana namun luar biasa. Novel ini sukses mengaduk-aduk perasaan saya yang tak dapat menebak kelanjutan ceritanya (apalagi pada bagian akhir).

Disisipkan kisah petualangan ke berbagai tempat dibelahan Indonesia, Fiersa Besari pun mampu mendeskripsikan secara jelas kronologis tempat yang diceritakan. Dari Papua dengan pesona cantiknya alam Indonesia Timur, mulai dari Sorong, Raja Ampat, Kaimana, Manokwari dan Yapen. Juga sampai pada pulau Nias di Sumatera. Lebih hebatnya, Bung juga membuat semua lagu dari setiap judul bab yang ada dalam buku ini. Lirik-lirik indahnya ia tulis dalam setiap akhir bab. Sungguh mengagumkan.

ILYA, tanpa syarat.

Share:

Rabu, 01 November 2017

Resensi Buku Sirkus Pohon -Andrea Hirata-

Judul : Sirkus Pohon
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang Pustaka
ISBN : 978-602-291-409-9
Jumlah Halaman : 383
Kategori : Novel

Andrea Hirata hadir dengan karya terbarunya. Karya yang satu ini dirasa spesial karena ini merupakan bukunya yang ke-10. Seperti diketahui penulis yang melejit lewat karya "Laskar Pelangi" ini memang selalu mempertahankan cerita kentalnya kebudayaan, terutama budaya Melayu. Kearifan budaya Belitong sungguh dirasakan pada novel ini. 

Sirkus Pohon ini sebenarnya cerita yang sangat sederhana, namun mengandung makna. Bercerita tentang orang-orang sederhana kampung Melayu. Orang pertama dalam cerita ini adalah Sobrihudin atau Hob, seorang kuli serabutan di pasar kampung. Pria lajang yang tak rupawan, lugu dan hanya sekolah sampai kelas 2 SMP. Hob ini berbeda dengan saudara-saudaranya. Abang pertama dan keduanya bekerja di PN Timah, abang ketiganya telah diangkat menjadi PNS. Ia hanya anak ketiga yang tinggal serumah dengan adik bungsu perempuannya.

Hidupnya mulai berubah ketika ia jatuh cinta kepada gadis penjaga toko sembako bernama Dinda, pekerjaan sebagai seorang pemain sirkus keliling dan sebuah pohon delima tumbuh tak sengaja di pekarangan rumahnya. Yang nantinya ia akan berhubungan dengan banyak urusan akibat peristiwa-peristiwa tersebut.

Hob ini mempunyai kawan dekat bernama Taripol yang dikenal pembuat onar. Karena Taripol pula ia sampai dikeluarkan dari SMP dan masuk penjara. Hubungan mereka itu saling membenci namun memiliki perhatian satu sama lain. Disinilah kita akan belajar arti setia kawan.

Novel ini juga akan bercerita secara gamblang tentang keadaan politik kampung pemilihan Kepala Desa. Dengan masyarakat yang masih kental dengan cerita tahayul dan mistis, yang sangat suka pencitraan, apapun akan dilakukan supaya menang. Nah pada cerita ini akan membuat kita tertawa saat membacanya. 

Disisi lain, bercerita juga tentang dua anak remaja -Tara dan Tegar- dengan garis takdir cinta yang luar biasa. Dipertemukan masih kanak-kanak saat patah hati pertamanya karena perpisahan orang tua, keduanya telah saling memendam saat kejadian pertemuan pertama. Dengan besarnya kekuatan memendam rasa, bertahun-tahun cinta pertamanya berubah menjadi cinta yang tak biasa. Perjalanan menunggu yang sangat mengharukan dan menyentuh.
Boi, samudra dapat kau samarkan, gunung dapat kau kaburkan, apa pun dapat kau sembunyikan di dunia ini, kecuali cinta. (Hal. 82)
Con Te Partiro, saatnya mengucapkan selamat tinggal. Inikah saatnya mengucapkan selamat tinggal pada kenangan samar cinta pertama? (Hal. 175)

Banyak sekali cerita yang ditulis dinovel ini. Namun ditulis dengan porsi yang pas, sehingga tidak membuat pusing dalam setiap penggambaran. Andrea Hirata sungguh tak kehilangan diksi-diksi cantiknya. Ia sungguh lihai dalam mempercantik tulisannya. Untuk mendeskripsikan suatu perasaan pun, ia mampu menulis dalam beberapa paragraf penuh.
Benci nian aku pada delima itu. Lihatlah pohon kampungan itu, ia macam kena kutuk. Pokoknya berbongkol-bongko, dahan-dahannya murung, ranting-rantingnya canggung, kulit kayunya keriput, daun-daunnya kusut. Malam Jumat burung kekelong berkaok-kaok di puncaknya, memanggil-manggil malaikat maut. Tak berani aku dekat-dekat delima itu karena aku tahu pohon itu didiami hantu. (Hal. 2)
Ribuan kali mereka gagal, tapi mereka menolak untuk menyerah. Mereka diremehkan, dimarahi, dijatuhkan, dihina, dituding, disisihkan, dikucilkan, diabaikan, disir, dibuang, terkilir, tergencet, tertungging, terjerembab, terempas, terkapa, tertusuk, terpukul, bengkak, benjol, bengkok, patah, cedera, terluka, berdarah meringis, mengaduh, menangis, tapi mereka tak berhenti sampai berhasil. Mereka adalah penakluk rasa sakit yang selalu dicekam hukum pertama bumi : gravitasi selalu menjatuhkan! Namun, mereka memegang teguh hukum pertama manusia : elevasi, selalu bangkit kembali! (Hal. 72) 

Pesan yang ingin disampaikan dalam novel ini sama banyaknya. Seorang Hob yang berdedikasi, pantang menyerah dan mempunyai ketulusan cinta yang luar biasa. Taripol, meskipun tukang pembuat onar, culas dan pencuri, namun ia sebenarnya peduli terhadap kawannya, Hob. Kisah Tegar dan Tara tentang kesetiaan apa arti kata menunggu. Dan politik masyarakat kampung yang penuh dengan pencitraan.


Share:

Selasa, 26 September 2017

Resensi Buku Tentang Kamu -Tere Liye-

Judul : Tentang Kamu
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika
Jumlah Halaman : 524
Genre : Novel

Blurb :

Terima kasih untuk kesempatan mengenalmu, itu adalah salah satu anugerah terbesar hidupku. Cinta memang tidak perlu ditemukan, cintalah yang akan menemukan kita.

Terima kasih. Nasihat lama itu benar sekali, aku tidak akan menangis karena sesuatu telah berakhir, tapi aku akan tersenyum karena sesuatu telah terjadi.

Masa lalu. Rasa sakit. Masa depan. Mimpi-mimpi. Semua akan berlalu, seperti sungai yang mengalir. Maka biarlah hidupku mengalir seperti sungai kehidupan.


Memang sudah tak diragukan lagi sosok penulis satu ini, setiap karya nya selalu hits dikalangan pencinta novel. Hampir semua novelnya dikategorikan best seller. Dan yang membuat saya kagum adalah ia selalu produktif menulis, lebih dari satu buku diterbitkan dalam kurun waktu satu tahun. *tepuk tangan*

Dilihat dari judulnya, awalnya saya kira novel ini menceritakan tokoh utama dan pasangannya yang berpisah, tapi ternyata setelah pertengahan cerita aku tak menemukan cerita cinta tokoh utama. Tentang Kamu itu lebih luas ceritanya, tak hanya kisah cinta tentang dua orang manusia, tapi disuguhkan kisah tentang  persahabatan, pengkhianatan, kesabaran, dan mimpi.

Novel ini menceritakan tentang penelusuran Zaman Zulkarnaen seorang pengacara di firma hukum yang ada di London yaitu Thompson & Co. yang menangani hukum warisan. Suatu hari firma hukum tersebut mendapatkan sebuah surat untuk menyelesaikan aset kekayaan seorang wanita yang sudah meninggal senilai 19 Triliun Rupiah (Bayangkaan!) Pemilik harta tersebut adalah Sri Ningsih, orang Indonesia yang tinggal di panti jompo kota Paris, pemegang paspor Inggris serta menetap izin di Perancis.

Firma hukum tersebut sangat menjunjung tinggi keadilan dan selalu amanah dalam setiap tugas. Mulailah Zaman Zulkarnaen melakukan penelusurannya sesuai dengan surat amanat Sri Ningsih. Namun dalam surat itu tidak dijelaskan siapa itu Sri Ningsih, dan siapa ahli warisnya. Dengan segala cara Zaman pun melakukan penyelidikan agar misteri tentang seorang Sri Ningsih itu terungkap. Penyelidikan membawa Zaman menelusuri titik-titik kehidupan Sri Ningsih dari Perancis, Indonesia sampai London. Banyak kejadian-kejadian yang membuat Zaman tahu bahwa Sri Ningsih bukan wanita biasa. Meskipun ia lahir dari keluarga sederhana dan setiap episode kehidupannya penuh liku, tapi Sri Ningsih wanita yang pintar, pantang menyerah dan berhati emas. Lalu "Tentang Kamu" juga menceritakan kisah cinta Sri Ningsih dengan lelaki Turki yang sangat menyentuh (Cinta sejati pokoknya).

Penggambaran lokasi dalam novel ini begitu detail. Seperti penggambaran di Pulau Bungin sampai nama-nama jalan di kota London dan Paris. Saya salut, Tere Liye tak pernah kehabisan cerita dalam setiap kehidupan Sri Ningsih. Alur cerita yang rapi, pemilihan diksi yang pas dan cerita yang mengagumkan.

Beberapa kutipan novel Tentang Kamu :
Jadilah seperti lilin, yang tidak pernah menyesal saat nyala api membakarmu. Jadilah seperti air yag mengalir sabar. Jangan pernah takut memulai hal baru. (hal 278) 
Ayo kita tidur. Maka semoga besok beban di hati terangkat sedikit. Tidak usah banyak, sedikit saja tidak apa. Besok, besoknya lagi, biarkan waktu menyiram semua kesedihan hingga hilang tak berbekas. (hal. 384)   
Kamu tahu, Sri. Apa yang membuat pernikahan orang tua dulu langgeng berpuluh-puluh tahun? Karena mereka jatuh cinta setiap hari pada orang yang sama. Itulah yang terjadi. Maka, kesedihan apa pun, ujian seberat apa pun, bisa dilewati dengan baik. (hal. 385)

Share:

Senin, 25 September 2017

Resensi Buku Garis Waktu -Fiersa Besari-






















Judul : Garis Waktu
Penulis : Fiersa Besari
Penerbit : Mediakita
ISBN : 978-979-794-525-1
Jumlah Halaman : 211
Genre : Kumpulan Cerita

Blurd :
Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan ada saatnya kau bertemu dengan satu orang yang mengubah hidupmu untuk selamanya. Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan ada saatnya kau terluka dan kehilangan pegangan. Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan ada saatnya kau ingin melompat mundur pada titik-titik kenangan tertentu. Maka, ikhlaskan saja kalau begitu. Karena sesungguhnya, yang lebih menyakitkan dari melepaskan sesuatu adalah berpegangan pada sesuatu yang menyakitimu secara perlahan.
Fiersa Besari (atau akrab disapa Bung) kelahiran Bandung tanggal 3 Maret. Lulusan Sastra Inggris yang pernah membuat sebuah album musik independen berjudul "11:11" pada tahun 2012, disusul dengan album musik "Tempat Aku Pulang" pada tahun 2013.

Sebelumnya saya tidak tahu isi buku ini menceritakan tentang apa. Tapi saya tetap saja "keukeuh" membeli buku ini. Hanya satu yang membuat yakin yaitu penulisnya seorang Fiersa Besari. Saya memang sering membaca tulisan-tulisannya di media sosial. Tulisan yang tak basa-basi dan menghunus sampai hati. Hehehe.

Garis Waktu ini merupakan buku pertama dari Fiersa Besari. Bercerita tentang titik-titik peristiwa sang "aku" dengan "kamu" dari mulai perkenalan, kasmaran, pacaran, patah hati, hingga pengikhlasan yang tersusun secara kronologis dalam kurun waktu 2012-2016. Pertemuan pertama dimana sang lelaki terlebih dulu menaruh hati pada gadis impiannya itu. Rintangan memang selalu ada di depan, gadis tersebut ternyata sudah memiliki hati untuk dibagi. Namun ditengah keterpurukan ketidakpastian yang melanda, waktu pun menjawab semua. Lambat laun sang gadis mulai membuka hati pada lelaki yang selalu ada saat ia berkeluh-kesah. Masa-masa indah penyatuan hati pun dirasakan oleh mereka. Dan lagi-lagi tentang masalah waktu, ternyata kisah mereka tak sebanding lurus dengan yang diharap. Mereka berpisah. Lagi-lagi waktu yang akan menuntun mereka semua untuk belajar mengikhlaskan, berjalan kedepan untuk hidupnya masing-masing.

Dengan tulisan yang Maha puitisnya (namun tak lebay), buku ini menjelma menjadi buku kesukaan saya. Fiersa Besari piawai sekali membuat saya merasakan sedihnya sang "Aku" kala harus melepas gadis yang memporak-porandakan jagat rayanya, mengikhlaskannya, dan melihatnya bahagia dengan segala pilihannya.

Baca juga : Resensi Buku Konspirasi Alam Semesta Fiersa Besari

Buku ini layaknya novel, namun tidak ada cerita yang utuh. Uniknya, buku ini mengawali setiap chapter dengan gambar hitam putih yang mereprentasikan cerita untuk memperkuat emosi. Kisahnya pun disusun menjadi satu kesatuan yang berkorelasi berdasarkan bulan dan tahun kejadian.


Jika ingin menetap jangan menetap sebagai 'tanda tanya', tapi sebagai 'titik' pengembaraan. Kau jernih diantara buram, nyata diantara nanar. Biar ku rengkuh dirimu beberapa milimeter ke dekat jantungku, agar detaknya seirama dengan jantungmu. Karena aku ingin hatiku dan hatimu berkonspirasi, berkonsorsium, berkongsi, berkompiliasi, berkomplot hingga akhirnya berkolaborasi. (hal 20)
Jatuh hati tidak pernah bisa memilih. Tuhan yang memilihkan. Kita hanyalah korban. Kecewa adalah konsekuensi. Bahagia adalah bonus. (hal 61) 
Karena... Aku manyayangimu tanpa 'karena' (hal 85) 
Lebih mengagumkan lagi bagi saya, buku ini tak melulu hanya menceritakan perjalanan kisah cinta yang mendewasakan "aku" dan "kamu", namun juga menyelipkan cerita tentang jati diri, cita-cita, humanisme dan sosial. 
Ya... "cita-cita" adalah pelangiku, sesuatu yang membuatku tahu bahwa aku tidak lahir ke bumi ini sekedar menumpang lewat. titik kecil ini menandai eksistensiku sebagai manusia. (hal 105) 
Dirimu hanya ada satu di muka bumi. Lebih baik di benci karena lidah berkata jujur, daripada disukai karena lidah menjilat. Pengagummu akan pergi setelah kau tak sesuai lagi dengan imajinasinya, tapi orang yang menyayangimu akan tetap tinggal betapa pun buruknya dirimu. Dan terima apa adanya tanpa harus berpura-pura menjadi orang lain, itu indah. (hal 29)
Aku, biarlah seperti bumi. Menopang meski diinjak, memberi meski dihujani, diam meski dipanasi. Sampai kau sadar, jika aku hancur.... Kau juga. (hal. 137)  
Secara keseluruhan, saya sangat suka buku ini. Sederhana namun bermakna, tak melulu soal cinta. Dengan pemilihan diksi yang cerdas, yang sangat mempercantik tulisannya. Banyak chapter yang membuat saya tersentuh bahkan terinspirasi salah satunya "Sejauh Apa Cita-cita Membawaku Pergi?". Chapter ini membuat saya membacanya beberapa kali (karena mungkin persis sama seperti yang sedang dialami, hehehe).

Share: